Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditunjuk sebagai salah satu kawasan taman nasional pertama di Indonesia karena memiliki nilai penting yang perlu dilestarikan yaitu keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies flora dan fauna, serta keragaman gejala alam yang unik. Salah satu bentuk upaya pemerintah dalam menjaga kelestarian satwa liar TNGL adalah melalui penetapan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) dan orangutan sumatera (Pongo abelii) sebagai satwa prioritas TNGL. Satwa prioritas TNGL ditetapkan untuk efisiensi pengelolaan satwa liar dengan pertimbangan status kepunahan, endemisitas, status populasi, kondisi habitat, keterancaman, keterwakilan region dan dukungan pemangku kebijakan terhadap satwa tersebut. 

Selain istilah satwa prioritas, terdapat lima istilah nama pengganti spesies lain yang umum digunakan dalam kajian ekologi dan konservasi diantaranya adalah: 1) spesies kunci, 2) spesies payung, 3) spesies unggulan, 4) spesies indikator dan 5) spesies karismatik. Masing-masing nama pengganti spesies tersebut memiliki definisi dan kriteria tersendiri (Tabel 1). 

Penggunaan istilah “satwa prioritas” sering disalahartikan atau diidentikkan dengan nama pengganti spesies lainnya terutama dalam pemberitaan dan pelaporan. Kesalahan tersebut dapat menyebabkan kerancuan informasi. Sebagai contoh, istilah “satwa prioritas” diartikan juga sebagai satwa unggulan, spesies payung, spesies kunci atau spesies karismatik. Padahal, situasi tersebut tidak relevan dengan pertimbangan penetapan satwa prioritas yaitu status kepunahan, endemisitas, status populasi, kondisi habitat dan keterancaman.

Bagaimana dengan kesesuaian pembubuhan nama pengganti spesies untuk satwa prioritas TNGL? Melalui tulisan ini saya membandingkan karakter dan sebaran satwa prioritas TNGL dengan batasan atau kriteria masing-masing nama pengganti spesies. 

Spesies prioritas sebagai spesies kunci dan indikator

Penentuan spesies kunci dan indikator membutuhkan informasi mengenai hubungan antar spesies dan spesies dengan lingkungannya (biotik dan abiotik), serta pengaruh spesies tersebut terhadap ekosistem. Informasi ini  tidak tersedia secara khusus dalam literatur satwa prioritas yang telah ada. Sebagai contoh, Wibisono et al. (2011) menyebutkan harimau sumatera sebagai pemangsa puncak di kawasan hutan Sumatera. Perubahan populasi harimau mungkin akan berdampak terhadap populasi satwa mangsanya yang dapat merubah interaksi antara satwa mangsa dengan lingkungannya dan kemudian ekosistemnya. Namun kajian khusus untuk melihat pengaruh harimau terhadap satwa lain dan ekosistem di TNGL belum tersedia. 

Mengingat terbatasnya informasi mengenai interaksi dan peran satwa prioritas di ekosistem TNGL, maka istilah spesies kunci dan indikator belum dapat digunakan sebagai nama pengganti empat satwa prioritas TNGL.

Spesies prioritas sebagai spesies payung

Kriteria penentuan spesies payung didasarkan pada ukuran wilayah jelajah yang besar dan keterwakilan habitat satwa. Berdasarkan literatur, wilayah jelajah harimau dan gajah sumatera lebih besar (10.000-30.000 ha), atau rata-rata dua kali lipat dibandingkan dengan wilayah jelajah orangutan dan badak sumatera (500-5.000 ha). Berdasarkan peta sebaran satwa prioritas periode tahun 2015-2020 (Gambar 1), sebaran harimau dan orangutan di kawasan TNGL memiliki cakupan wilayah yang lebih luas dibandingkan dengan sebaran gajah dan badak. Harimau secara individu memiliki wilayah jelajah yang relatif luas, dan dari sisi populasi, sebaran atau habitatnya tersebar hampir di seluruh kawasan TNGL. Sementara orangutan secara individu memiliki wilayah jelajah yang lebih kecil, tetapi habitatnya tersebar merata hampir di seluruh dataran rendah kawasan TNGL.

Berdasarkan penjabaran di atas, maka dapat ditetapkan bahwa harimau dan orangutan sumatera sesuai untuk dijadikan spesies payung kawasan TNGL.

Spesies prioritas sebagai spesies unggulan dan karismatik

Definisi spesies unggulan dan karismatik memiliki kesamaan karena keduanya mensyaratkan daya tarik dari spesiesnya untuk kepentingan kampanye konservasi. Spesies karismatik secara khusus menekankan pada penampilan fisik satwa, umumnya berukuran besar, cantik, dan menarik bagi publik. Namun penentuan spesies karismatik lebih menantang karena relatif subjektif yang sangat dipengaruhi oleh perspektif pihak/orang yang melakukan penilaian. Beberapa literatur menjadikan karakter karismatik sebagai salah satu kriteria dalam definisi spesies unggulan, sehingga setiap spesies unggulan dapat dianggap sebagai spesies karismatik.

Beberapa kriteria utama dari kedua nama pengganti ini yaitu status kepunahan, endemisitas dan resiko ancaman. Seluruh kriteria ini dipenuhi oleh karakteristik empat satwa prioritas TNGL yang terancam kritis dan endemik Sumatera dengan resiko ancaman yang terdokumentasi. 

Dikarenakan spesies karismatik dapat dianggap sebagai bagian dari spesies unggulan dan subjektivitas penilaian spesies karismatik, maka istilah spesies unggulan dapat disematkan kepada empat satwa prioritas TNGL.

Pengganti nama untuk spesies prioritas TNGL

Berdasarkan perbandingan antara kriteria lima nama pengganti spesies dengan karakter dan sebaran empat satwa prioritas TNGL, dapat disimpulkan bahwa harimau dan orangutan sumatera adalah satwa prioritas yang dapat dikategorikan sebagai spesies payung dan spesies unggulan TNGL, sementara gajah dan badak sumatera dapat didefinisikan sebagai spesies unggulan. 

Ke depannya, diharapkan penggunaan istilah nama pengganti spesies prioritas dapat mengikuti rekomendasi dari tulisan ini. Lebih lanjut, dapat dilakukan penelitian yang mendalam dan objektif untuk menentukan kesesuaian empat satwa prioritas sebagai spesies kunci, spesies indikator, atau spesies karismatik TNGL.


Penulis : Adhi Nurul Hadi, 2021