Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) ditetapkan sebagai satwa prioritas Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dengan target peningkatan populasi sebesar 10 % dalam periode tahun 2015 sampai 2019. Penetapan gajah sebagai satwa prioritas merepresentasikan bahwa kondisi populasi dan habitat gajah menjadi indikator keberhasilan pengelolaan kawasan TNGL, sehingga ketepatan model perencanaan dan metode kegiatan yang diterapkan akan berdampak positif terhadap keberlanjutan habitat dan populasi sang mamalia darat terbesar ini.
Dalam rangka pembaharuan rekaman data serta untuk mendukung pengembangan kajian populasi habitat gajah sumatera di kawasan TNGL, diperlukan kegiatan monitoring populasi dan habitat. Kegiatan monitoring ini sejalan dengan target pengelolaan gajah sumatera sebagai satwa prioritas TNGL, yaitu menjaga dan meningkatkan populasi gajah di habitat alaminya.
Tulisan ini akan merangkum hasil pelaksanaan monitoring populasi dan habitat gajah di areal monitoring kawasan TNGL wilayah SPTN Wilayah VI Besitang yang dilaksanakan pada bulan November 2020 hingga Maret 2021. Tujuan utama dari kegiatan ini adalah identifikasi kelompok gajah serta kondisi habitat dan populasi gajah di area monitoring TNGL.
Pelaksanaan monitoring
Sebanyak 15 kamera jebak dipasang selama 60 hari pada periode Januari-Maret 2021 di sepanjang jalur pengamatan yang telah disurvei sebelumnya (Gambar 1). Satu kamera jebak telah hilang ketika pengambilan.
Gambar 1. Areal monitoring populasi dan habitat gajah di SPTN VI Besitang.
Berdasarkan foto dan video tangkapan 14 kamera jebak, ditemukan 260 rekaman satwa liar, 392 rekaman manusia, dan 1.979 rekaman foto/video yang tidak teridentifikasi (tidak terdapat rekaman satwa/manusia di kamera). Sebanyak 18 jenis satwa terekam oleh kamera jebak, dua diantaranya merupakan satwa prioritas yaitu gajah dan harimau sumatera (Tabel 1). Rekaman foto manusia ditemukan lebih banyak dibandingkan satwa, menandakan bahwa lokasi pemasangan kamera jebak sudah menjadi wilayah kunjungan manusia yang intensif.
Tabel 1. Daftar jenis satwa liar yang terekam
Dugaan populasi gajah sumatera
Berdasarkan hasil rekaman kamera jebak, diketahui gajah sumatera terekam di delapan lokasi. Analisis rekaman lanjutan menunjukkan bahwa komposisi individu dan kelompok gajah di areal monitoring adalah sebagai berikut:
Gajah tunggal/soliter
Terdapat lima foto gajah dewasa (empat foto jantan, satu foto (E) tidak dapat dipastikan jenis kelaminnya; Gambar 2) yang teridentifikasi sebagai gajah tunggal/soliter. Gajah soliter umumnya berkeliling tanpa kawanan dan hampir selalu jantan.
Gambar 2. Rekaman foto gajah soliter
Dari gambar di atas terlihat tiga foto gajah tunggal dalam keadaan musth yang ditandai dengan cairan hitam yang keluar diantara mata dan telinga (gambar A, C dan D). Berdasarkan identifikasi tersebut, diduga ketiga foto gajah tersebut merupakan individu gajah jantan yang sama. Sementara foto gajah B (tanpa cairan hitam) merupakan gajah jantan yang berbeda. Berdasarkan analisis tersebut, diduga terdapat minimal dua ekor gajah jantan tunggal di wilayah monitoring.
Gajah berkelompok
Berdasarkan analisis terhadap jumlah individu serta struktur umur dalam kelompok gajah (terutama kelompok yang semua individunya terekam oleh kamera jebak) diduga terdapat tiga kelompok gajah dalam areal monitoring:
Kelompok gajah I: berjumlah 7 ekor yang terdiri dari 3 dewasa, 2 remaja dan 2 anak
Kelompok gajah II: berjumlah 12 ekor yang terdiri dari 2 dewasa, 3 remaja dan 7 anak
Kelompok gajah III: berjumlah 12 ekor yang terdiri dari 5 dewasa, 6 remaja dan 1 anak.
Kondisi populasi dan habitat gajah
Kestabilan populasi gajah sumatera dapat diketahui melalui rasio seks dan struktur umur populasi. Dalam monitoring ini tidak dilakukan penghitungan rasio seks secara khusus, tetapi dengan ditemukannya dua ekor jantan tunggal dewasa dan beberapa betina dewasa dalam kelompok menunjukan bahwa masih ada jaminan terjadi perkawinan dan reproduksi pada populasi gajah sumatera di areal monitoring. Selain itu, hampir semua kelompok gajah yang terekam memiliki struktur umur yang lengkap, termasuk banyak anak gajah yang terekam. Dari dua analisis tersebut, terlihat bahwa kondisi populasi gajah sumatera masih relatif stabil.
Berdasarkan analisis tumpang tindih pola penggunaan waktu dan ruang oleh manusia dan gajah, terlihat bahwa keberadaan manusia tidak begitu berpengaruh terhadap deteksi gajah. Hal ini mengindikasikan bahwa gajah tidak menganggap aktivitas manusia sebagai ancaman. Penting dicatat bahwa terdapat rekaman video yang menunjukan manusia yang membawa senapan. Keberadaan senapan dapat menjadi potensi ancaman apabila alat ini digunakan untuk berburu atau mengusir gajah.
Kondisi habitat gajah dapat dinilai dengan mempertimbangkan kondisi tutupan hutan pada lokasi kamera dan wilayah jelajah gajah. Hampir seluruh lokasi pemasangan kamera memiliki tegakan hutan yang bagus, bahkan beberapa rekaman menunjukan lokasi kamera menjadi tempat makan kelompok gajah. Tutupan hutan di wilayah monitoring dapat dilihat pada gambar 3. Namun perlu dicatat bahwa terdapat bukaan hutan di sebelah timur dan utara areal monitoring. Kedua bukaan tersebut merupakan areal perkebunan, perladangan, pemukiman dan semak belukar dengan intensitas aktivitas manusia yang sangat tinggi. Apabila pembukaan hutan tersebut terus berlangsung dan mendekati habitat gajah, tentunya hal tersebut akan membatasi pergerakan serta mengurangi habitat yang dapat menurunkan populasi gajah sumatera.
Menjaga populasi dan habitat gajah
Hasil monitoring di areal SPTN VI Besitang menunjukan populasi gajah sumatera terdiri dari minimal tiga kelompok dan dua ekor gajah jantan tunggal. Kondisi demografi (rasio seks dan struktur umum) populasi gajah dalam kondisi baik. Tutupan hutan di areal monitoring juga terpantau baik walaupun ada potensi ancaman dari aktivitas manusia membawa senapan dan pembukaan lahan di sisi utara dan timur areal monitoring.
Ke depannya, perlu dilakukan kajian monitoring dalam cakupan area lebih luas dan periode yang lebih panjang untuk melihat status dan dinamika populasi gajah di TNGL. Peningkatan aktivitas patroli juga perlu dilakukan untuk mengawasi aktivitas manusia di kawasan dan mencegah terjadinya ancaman terhadap populasi dan habitat gajah.
Penulis: Adhi Nurul Hadi