Sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat, baik dalam kegiatan perlindungan, pengawetan maupun pemanfaatan. Perlindungan hutan sebagai sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan suatu upaya untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan hutan dari berbagai gangguan yang dapat mengganggu dan merusak sumber daya alam yang ada di dalamnya seperti flora dan fauna, biota laut, ekosistem habitat, tata air dan lain-lain (Purwanto, 2010). Sedangkan pengamanan hutan sebagai bentuk dan bagian dari perlindungan hutan adalah segala kegiatan, upaya dan usaha yang dilaksanakan oleh aparat kehutanan dengan dukungan instansi terkait dalam rangka mengamankan hutan dan hasil hutan secara terencana terus menerus dengan prinsip berdaya guna dan berhasil guna (Departemen Kehutanan, 1995). Selanjutnya Sudirman dan Nadjamudin (2007) mengungkapkan konsep pengamanan hutan berbasis partisipasi masyarakat setempat yang dilandasi pemahaman bahwa masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan telah memahami karakteristik potensi kawasan hutan, dapat hidup selaras dan serasi, serta menikmati dan sekaligus menjaga lingkungan tempat tinggalnya dari kerusakan. Salah satu bentuk pelibatan partisipasi masyarakat dalam perlindungan dan pengamanan hutan dihimpun melalui wadah/organisasi mitra Polisi Kehutanan atau Masyarakat Mitra Polhut (MMP). 

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56/Menhut-II/2014 menyebutkan bahwa MMP adalah kelompok masyarakat sekitar hutan yang membantu dan berperan sebagai mitra Polisi Kehutanan dalam pelaksanaan perlindungan hutan di bawah koordinasi, pembinaan dan pengawasan instansi Pembina.         Saat ini, MMP telah dibentuk oleh hampir sebagian besar instansi pemangku dan pengelola kawasan hutan, khususnya instansi yang memiliki unsur atau personil Polisi Kehutanan, yakni Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memangku pengelolaan kawasan hutan konservasi, dan Dinas Kehutanan provinsi yang memangku pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi. Sebagai bentuk pelibatan peran dan pemberdayaan MMP dapat diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan perlindungan kawasan seperti patroli pengamanan hutan; penyuluhan dan sosialisasi kawasan; serta pengumpulan data potensi flora dan fauna. Sebagian instansi Pembina tersebut mungkin telah memberdayakan keberadaan MMP secara efektif dan optimal dalam mendukung upaya perlindungan dan pengamanan kawasan, sedangkan sebagian instansi dengan berbagai faktor keterbatasan belum optimal dalam memberdayakan keberadaan MMP. Namun demikian ada garis persamaan dari kedua kondisi tersebut, yaitu wadah dan keanggotaan MMP yang sudah dibentuk umumnya hanya menampung peran partisipasi dari kaum laki-laki saja, dan belum mewadahi keteribatan peran dan partisipasi kaum perempuan yang bertempat tinggal di sekitar kawasan hutan.   

Berangkat dari kiprah perempuan yang masih didominasi pandangan dan batasan peran secara kodrati dalam kehidupan sehari-hari, BBTN Gunung Leuser merangkul perempuan-perempuan potensial melalui wadah PIMP. Tujuannya untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan perempuan dalam upaya konservasi dan pengamanan kawasan TN Gunung Leuser. 

Pembentukan PIMP digelar pada tanggal 12 Oktober 2021 di kota Medan. Kegiatan ini dilanjutkan dengan pelatihan dasar yang pelaksanaannya didukung proyek Combating Illegal Wildlife Trade (CIWT) GEF-UNDP. Sebanyak 17 orang perempuan potensial yang direkrut dari desa-desa penyangga kawasan TN Gunung Leuser wilayah Kabupaten Langkat, sejak saat itu memiliki tugas mulia. Tugas tersebut akan membantu BBTN Gunung Leuser dalam menjalankan tupoksinya terutama berkaitan dengan masyarakat sekitar kawasan, termasuk menjadi narahubung antara BBTN Gunung Leuser dengan masyarakat sekitar kawasan.

Melalui pelatihan dasar tersebut, anggota PIMP dibekali pengetahuan dan pemahaman mengenai kawasan konservasi khususnya TN Gunung Leuser; peraturan perundangan terkait Masyarakat Mitra  Polhut; perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi; wawasan dan perilaku konservasionis; teknik pendekatan ke masyarakat sekitar kawasan; pengenalan dan pengembangan potensi diri; metode pengembangan daerah penyangga kawasan dengan studi kasus pengembangan potensi ekowisata serta teknik penyusunan rencana kerja dalam rangka pengembangan diri, PIMP dan kawasan TN Gunung Leuser kedepan. 

Salah seorang PIMP dari resor Bekancan mengaku senang dan antusias menjadi PIMP dan mendapat pembekalan.” Perempuan bisa berdaya di masyarakat tanpa ada pembatasan gender. Walaupun kita perempuan bukan berarti tidak bisa berpatroli atau berpartisipasi dalam menjaga kawasan hutan” ujar Aulia.

 

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.56/Menhut-II/2014 tentang Masyarakat Mitra Polisi Kehutanan.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Purwanto, H. 2010. Upaya Rehabilitasi Hutan dan Lahan Mengurangi Polusi dan Pencemaran. BLH. Pelalawan.

Sudirman, S dan Nadjamudin, S. 2007. Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Resort. Direktorat Pemanfataan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Jakarta.



Oleh : Noor Tribuono A. F., S.P. (PEH pada Balai Besar TNGL)