Senja itu angin bertiup ringan. Langit dipenuhi warna-warni yang tak hanya menyegarkan mata tetapi juga menenangkan jiwa. Langkahku di pasir menyisakan jejak yang tak lama hilang disapu air laut. Pandanganku meluas, menatap garis pertemuan laut dan langit. Begitupun asaku untuk konservasi penyu di Rantau Sialang tempat aku berdiri kini.
Salam #kawanLeuser, namaku Soloon Tanjung. Panggil “Tanjung” boleh, “Soloon” juga boleh. Pada Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser, saat ini aku diamanahi tugas dan tanggung jawab sebagai Kepala Stasiun Konservasi Penyu Rantau Sialang, satu-satunya lokasi di TN Gunung Leuser yang ada penyunya.
Pantai Rantau Sialang terbentang di dua desa yakni Desa Ujung Mangki dan Desa Pasie Lembang, Kecamatan Kluet Selatan dan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan Provinsi Aceh. Secara pengelolaan taman nasional, pantai ini berada pada dua wilayah kerja yaitu resor Bakongan dan resor Kluet Selatan, Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Kluet Utara, Bidang Pengelolaan TN Wilayah I Tapaktuan. Pantai yang terbentang di pinggir jalan lintas barat Medan-Banda Aceh sepanjang + 12 km ini termasuk ke dalam zona pemanfaatan TN Gunung Leuser. Luas sekitar 67,52 hektar. Keseluruhan zona pemanfaatan Rantau Sialang adalah ruang publik, sehingga dapat diperuntukkan bagi kegiatan wisata pengunjung. Tak heran jika warga terutama pelajar termasuk guru-gurunya datang ke tempat ini. Tentu saja tak hanya berkunjung tetapi juga mendapat informasi terkait konservasi penyu serta pengelolaan TN Gunung Leuser di Aceh Selatan.
Sarana transportasi ke pantai Rantau Sialang cukup memadai. Jalan beraspal dan alat transportasi darat telah tersedia. Untuk ke sini KawanLeuser dapat menempuh perjalanan darat dari kota Banda Aceh (ibukota Provinsi Aceh) dengan kendaraan umum atau kendaraan pribadi dalam waktu sekitar 10-12 jam. Sedangkan dari kota Medan dapat dicapai dalam waktu sekitar 8-9 jam.
Stasiun Konservasi Penyu Rantau Sialang
Dulu, masyarakat Rantau Sialang sering mencari telur penyu di sekitar pantai untuk dikonsumsi. Mereka belum memahami jika penyu dan seluruh bagian tubuhnya termasuk telur penyu dilindungi undang-undang. Karena itu pada tahun 2010 didirikan Stasiun Pembinaan Populasi Penyu di pantai Rantau Sialang, yang kini dikenal dengan Stasiun Konservasi Penyu Rantau Sialang untuk mengedukasi masyarakat terkait konservasi penyu.
Stasiun Konservasi Penyu Rantau Sialang ditunjuk melalui Keputusan Kepala BBTN Gunung Leuser Nomor SK.45/T.3/BIDTEK/P2/03/2019 tanggal 13 Maret 2019 tentang Penunjukan Stasiun Penelitian dan Stasiun Konservasi Satwa Liar di Taman Nasional Gunung Leuser. Tugasnya a)Melaksanakan pengawasan atas seluruh aktivitas yang ada di stasiun konservasi satwa liar yaitu aktivitas pengelola dan pengunjung yang ada di stasiun konservasi satwa liar, b)Memeriksa kelengkapan administrasi dan perijinan setiap pengunjung yang akan memasuki stasiun konservasi satwa liar, c)Melakukan pemeriksaan/pengecekan, penyitaan barang,atau pelaporan kepada pihak berwajib apabila mendapatkan aktivitas pelanggaran peraturan, d). Melakukan pendataan semua pengunjung pada saat masuk dan keluar stasiun konservasi satwa liar, e)Melakukan pengaturan jadwal jaga stasiun konservasi satwa liar dan jadwal pendampingan terhadap pengunjung, f) Menjaga dan memelihara sarana dan prasarana stasiun konservasi satwa liar, g) Mencatat dan melaporkan kondisi sarana prasarana stasiun konservasi satwa liar, h) Mengatur penggunaan sarana prasarana stasiun konservasi satwa liar oleh pengunjung, i) Melakukan pengambilan data dasar satwa liar dan habitatnya (identifikasi individu, kondisi individu, jumlah populasi, kondisi habitat, titik koordinat dan informasi lainnya yang direkam secara rutin) dan melaporkanya secara periodik per riwulan, j)Melakukan pengawasan dan pendampingan terhadap pengunjung yang ada di stasiun konservasi satwa liar, k) Melakukan pengawasan dan pengawalan yang ketat apabila ada aktivitas/kejadian di stasiun konservasi satwa liar yang beresiko mengganggu ekosistem dan membahayakan pengunjung.
Lumayan banyak ya tugasnya. Sebuah tantangan bagiku dan sejalan dengan jabatan fungsional yang kupilih saat memutuskan untuk menjadi aparatur sipil negara : pengendali ekosistem hutan. Tentu saja aku tak bisa bekerja sendirian. Ada rekan kerja, mitra, pemerintah daerah setempat dan masyarakat yang peduli pada konservasi.
Penyu
Penyu merupakan kura-kura laut yang berasal dari ordo Testudinata. Hewan ini tersebar di hampir seluruh perairan dunia. Penyu memiliki cangkang yang berfungsi melindungi tubuhnya terhadap pemangsa. Berbeda dengan kura-kura, penyu tidak dapat menarik kepalanya ke dalam apabila merasa terancam.
Indonesia dikaruniai enam dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia. Keenam jenis tersebut yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu pipih (Natator depressus) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Tiga jenis yang pertama adalah yang sering mendarat di pantai Rantau Sialang.
Secara internasional, penyu berada dalam daftar merah IUCN dan Appendix I CITES. Artinya keberadaan penyu terancam punah sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian khusus. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/Menlhk/Setjen/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi menetapkan status seluruh jenis penyu yang ada di Indonesia sebagai jenis yang dilindungi. Kendati demikian, penetapan status perlindungan saja tidak cukup untuk setidaknya mempertahankan keberadaan penyu di Indonesia. Perlu upaya konservasi yang lebih komprehensif seperti pengelolaan Stasiun Konservasi Penyu salah satunya.
Upaya Konservasi
Giat konservasi penyu yang digelar di Rantau Sialang adalah monitoring penyu melalui patroli malam. Kegiatan ini dilakukan untuk menginspeksi habitat dan aktivitas peneluran penyu serta penyelamatan telur penyu baik dari predator alam maupun manusia. Saat ini patroli malam sudah melibatkan petugas resor Kluet Selatan bahkan masyarakat sekitar kawasan.
Selama tahun 2021, alhamdulillah saat patroli malam pada tanggal 11 Desember pukul 01.20 WIB, kami menemukan satu individu penyu belimbing (Dermochelys coriacea) yang sedang mendarat untuk bertelur. Penyu dengan karapas menyerupai buah belimbing tersebut memiliki panjang lengkung 165 cm dan lebar lengkung karapas 100 cm serta jejaknya mencapai 170 cm. Induk penyu menelurkan 86 butir dengan rincian 68 butir telur normal dan 18 butir telur abnormal. Hanya telur normal yang memiliki peluang untuk menetas menjadi tukik (anak penyu). Telur tersebut kami relokasi ke bak penetasan. Relokasi ini dilakukan mengingat lokasi peneluran rawan terhadap ancaman perburuan telur.
Diperkirakan telur-telur tersebut akan menetas pada tanggal 5 – 7 Februari 2021 mengingat masa inkubasi 58 – 60 hari. Setelah menetas, tukik yang siap berpetualang akan dilepas dari pantai Rantau Sialang. Tak hanya kami sebagai petugas TN Gunung Leuser yang menyambut kegiatan ini. Pelajar, warga sekitar juga para pejabat daerah antusias untuk mengikuti pelepasliaran tukik. Hal ini membuat kami bahagia. Harapannya ke depan tak ada lagi masyarakat yang menjual dan mengkonsumsi telur penyu disini.
Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi telur penyu itu terjadi turun temurun tanpa mengetahui peraturan yang ditetapkan pemerintah. Hal ini membuat perburuan telur penyu cukup tinggi dan menjadi tantangan dalam konservasi penyu. Kesulitan lainnya adalah keterbatasan SDM baik kuantitas maupun kualitas yang perlu didukung dengan sarana prasarana yang memadai.
Pelibatan masyarakat dalam kegiatan patroli malam serta pembentukan kelompok peduli penyu di desa Pasie Lembang semoga membawa perubahan dan meningkatkan penyadartahuan akan pentingnya regenerasi penyu, betapa kehadiran penyu dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di laut begitu penting sehingga mempengaruhi ketersediaan ikan bagi nelayan.
Penulis : Soloon Tanjung /Stasiun Konservasi Penyu Rantau Sialang/ BPTN I Tapaktuan